A. Penting atau
Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting
dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebaran,
dan keterpakaian bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya
1) Dipandang dari Jumlah Penutur
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa
kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas
diri seseorang adalah bahasa daerah (bahasa ibu). Bahasa Indonesia baru dikenal
anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah.
Berdasarkan keterangan di atas, penutur
bahasa Indonesia yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak
besar jumlahnya. Penutur tersebut hanya terbatas pada orang-orang yang lahir
dari orang tua yang berlatar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian
orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang-orang yang mempunyai latar
belakang bahasa Melayu. Jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia
sebagai “bahasa kedua” sekira 240 juta orang (2008) ditambah penutur -penutur
yang berada di luar Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia
sangat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan
penutur bahasa itu. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat
dilepaskan dari segi penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 240 juta lebih
itu tersebar dalam daerah yang luas, yaitu Meraoke sampai Sabang. Daerah ini
masih ditambah lagi dengan (di samping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain,
seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat
dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka jurusan
Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini
akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya di antara
bahasa-bahasa dunia.
3) Dipandang dari Keterpakaian Bahasa Indonesia
sebagai sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra
Keterpakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya,
dan susastra dapat pula dijadikan ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Jika
dipandang, bahasa daerah seperti bahasa Kerinci, dapat ditelusuri serap jauh
bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana susastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan
bermacam-macam jenis susastranya, walaupun hanya susastra lisan. Susastra
kerinci telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah kerinci. Dengan demikian
bahasa Kerinci telah dipakai sebagai sarana dalam susastra. Tentang budaya,
bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur
adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya. Tentang ilmu pengetahuan,
bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat,
orang-orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal itu menunjukkan
bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas ─sarana
ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra ─telah dijalankan oleh bahasa Indonesia
dengan baik. Hal itu membuktikan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
penting.
B. Ragam Lisan
dan Ragam Tulis
Ragam bahasa pada pokoknya dapat dibagi dalam dua
bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ragam bahasa lisan sangat berbeda
dengan ragam bahasa tulis. Kaidah yang berlaku pada ragam lisan belum tentu
berlaku pada ragam tulis. Kedua ragam itu berbeda. Perbedaanya adalah sebagai
berikut ini.
1) Ragam lisan menghendaki adanya
orang kedua/lawan bicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya lawan
bicara berada di depan.
2) Unsur-unsur dalam ragam lisan
seperti fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan objek) tidak selalu
dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal itu
disebabkan oleh bahasa bahasa yang digunakan dapat diikuti oleh gerak mimik,
pandangan, anggukan, atau intonasi. Sementara itu, fungsi-fungsi gramatikal
dalam ragam tulis lebih nyata. Hal itu dikarenakan pada ragam tulis tidak mengharuskan orang
kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang
yang diajak bicara mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis yaitu
tulisan-tulisan dalam buku, majalah, surat kabar, dan bahan tertulis lainnya.
3) Ragam lisan terikat pada
kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di sebuah
ruang kuliah, hanya akan berarti dan
berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang
diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di
luar ruangan itu. Sebaliknya, ragam
tulis tidak terikat situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu tulisan dalam
sebuah buku yang ditulis oleh seseorang penulis di Indonesia dapat dipahami
oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada
tahun 1995 akan dapat dibaca dan dipahami
oleh orang yang hidup tahun 2009 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan
oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam bahasa tulis.
5) Ragam lisan dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi
dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
Berikut ini dapat dibandingkan wujud bahasa Indonesia
ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan tersebut didasarkan atas perbedaan
penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.
Ragam Lisan
a. Penggunaan Bentuk Kata
(1) Kendaraan yang ditumpanginya nabrak
pohon mahoni.
(2) Bila
tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
(3) Foto kopi ijazah harus dilegalisir dulu
oleh pimpinan akademi.
b. Penggunaan Kosakata
(4) Saya sudah kasih tahu mereka tentang
hal itu.
(5) Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
(6) Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena
keterlambatan dana yang diterima.
c. Penggunaan Struktur Kalimat
(7) Rencana ini saya sudah sampaikan kepada
direktur.
(8) Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh
Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
(9) Karena
terlalu banyak saran yang berbeda-beda sehingga ia makin bingung untuk
menyelesaikan pekerjaan itu.
Ragam Tulis
a. Penggunaan Bentuk Kata
(1a) Kendaraan yang ditumpanginya menabrak
pohon mahoni.
(2a) Apabila tidak sanggup, Engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
(3a) Foto kopi ijazah harus dilegalisasi dulu
oleh pimpinan akademi.
b. Penggunaan Kosakata
(4a) Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal
itu.
(5a) Mereka sedang membuat denah untuk pameran nanti.
(6a)
Pekerjaan itu agak macet disebabkan oleh keterlambatan dana yang diterima.
d. Penggunaan Struktur Kalimat
(7a) Rencana ini sudah saya sampaikan
kepada direktur.
(8a)
“Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
(9a)
Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda ia makin bingung
untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
C. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam bahasa baku adalah ragam yang dilembagakan dan
diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan
sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku
adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku. Ragam baku tersebut mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut ini.
a) Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa.Jika Kata rasa
dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dububuhi
pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut
kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin
, bukan pengrajin. kalau kita berpegang pada sifat mantap, Kata pengrajin
tidak berterima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, lepas landas merupakan
contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
b) Dinamis
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku
tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganan. Dalam
hal itu, tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan disebut pelanggan.
c) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai
pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang
terpelajar. Hal itu dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang
lebih banyak melalui jalur pendidikan formal.
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat
memberikan gambaran apa yang ada Dalam pikiran pembicara atau penulis.
Selanjutnya, ragam baku dapat memberi gambaran yang jelas dalam pikiran
pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia sebagai berikut.
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian kalimat itu
tidak memberikan infomasi yang jelas. Agar kalimat tersebut menjadi cendekia,
dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
(1) Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
(2) Rumah milik sang jutawan yang aneh akan
dijual.
d) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses
pembakuan bahasa merupakan proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain,
pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Istilah pelayan
kapal terbang, dianjurkan untuk memakai istilah pramugari dan pramugara.
Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward
atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi kata baku.
Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini
tidak disepakati untuk dipakai.
D. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan
resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah saat
ini mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu diwujudkan dengan
menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman
Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaaan buku Pedoman
Umum Pembentukan Istilah, pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa baku bahasa Indonesia,
merupakan pula usaha ke arah itu.
Ukuran nilai ragam baku
lisan bergantung pada besar kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan.
Seseorang dapat dikatakan dapat berbahasa lisan yang baku jika dalam
pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
E. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan
kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang
lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau
persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya
status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal itu, ragam
baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan
ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan
nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional (ragam profesional) adalah ragam
bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, profesi kerja, atau kegiatan
tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian
penggunaannya. Dalam kenyataanya ragam fungsional menjelma sebagai bahasa
negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan
keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan. Perhatikan contoh berikut!
Ragam Keilmuan/Teknologi
Komputer
adalah mesin pengolah ionformasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda
dapat disimpan dalam komputer dan dapat
dicari kembali apabila diperlukan. Komputer dapat pula mengerjakan
penghitungan yang rumit dengan kecepatan yang luar biasa. Hanya dalam waktu
beberapa detik, komputer dapat melaksanakan pekerjaan yang kalau dikerjakan
oleh manusia akan memakan waktu berminggu-minggu.
Di jantung komputer yang terkecil
(yang disebut mikrokomputer) terdapat sebuah komponen elektronik yang dinamakan
mikroprosesor. Komponen ini terbuat dari keping silikon yang berukuran tidak
lebih besar dari kuku jari kelingking. Sebenarnya, mikroprosesor itu sendiri
adalah komputer dan dapat dibangun menjadi berbagai jenis mesin.
Ragam Kedokteran
Kita
mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus.
Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic
hormone = ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di dalam otak
sehingga kita mengeluarkan urine terus atau “kencing” saja. Pada diabetes
mellitus yang kurang adalah hormone insulin yang dihasilkan oleh kelenjar
pankreas yang berada di bawah hati. Dengan kurangnya zat insulin ini,
metabolisme gula terganggu, sehingga sebagian tidak bisa diubah menjadi bahan
yang bisa “dibakar” untuk menghasilkan
tenaga, atau perubahan tersebut tidak sempurna.
Ragam Keagamaan
Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka menguranginya. Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu hari ketika manusia
berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
F. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Penentuan kriteria bahasa Indonesia yang baik dan
benar tidak jauh berbeda dengan istilah bahasa baku. Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah “benar” suatu
kata itu. Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat
kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat keefektifan suatu kalimat.
Pengertian benar suatu
kata atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa.
Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu
mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Perhatikan paparan contoh berikut ini.
Kuda makan
rumput
Kalimat Kuda makan rumput benar
karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur (sintaksis), yaitu ada subjek
(kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat
itu juga memenuhi kaidah sebagai kalimat dari segi makna (semantik), yaitu
mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya
dengan kalimat di bawah ini.
Rumput
makan kuda
Kalimat Rumput makan kuda benar menurut struktur (sintaksis)
karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan), dan ada objek
(kuda). Akan tetapi, dari segi makna (semantik) kalimat tersebut tidak
benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata
disebut benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah
yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar penulisannya karena pemunculan
kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditetapkan. Pembentukan
penyerapan yang benar adalah aktivitas karena diserap dari kata activity.
Kata persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak benar
karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah yaitu persuratkabaran
dan pertanggungjawaban.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau
kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu
pertemuan, penutur atau penulis dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan
itu, sehingga kata-kata yang diucapkan atau dituliskan tidak menimbulkan nilai
rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam
untaian suatu kalimat sangat berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan
itu. Pada suatu kesempatan, penutur atau penulis dapat menggunakan kata menugasi,
pada kesempatan lain menggunakan kata memerintahkan, meminta bantuan,
memercayakan, dan sebagainya.
Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang
benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang
bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai
dengan situasi pemakaiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar