Senin, 09 Juli 2012

BAHASA INDONESIA DENGAN BERBAGAI RAGAMNYA


A.  Penting atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebaran, dan keterpakaian bahasa itu dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya
1)   Dipandang dari Jumlah Penutur
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah (bahasa ibu). Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai pada usia sekolah.
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak besar jumlahnya. Penutur tersebut hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang berlatar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang-orang yang mempunyai latar belakang bahasa Melayu. Jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua” sekira 240 juta orang (2008) ditambah penutur -penutur yang berada di luar Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.

2)   Dipandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur bahasa itu. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 240 juta lebih itu tersebar dalam daerah yang luas, yaitu Meraoke sampai Sabang. Daerah ini masih ditambah lagi dengan (di samping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia sangat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.

3)   Dipandang dari Keterpakaian Bahasa Indonesia sebagai sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra
Keterpakaian suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra dapat pula dijadikan ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Jika dipandang, bahasa daerah seperti bahasa Kerinci, dapat ditelusuri serap jauh bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana susastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan bermacam-macam jenis susastranya, walaupun hanya susastra lisan. Susastra kerinci telah memasyarakat ke segenap pelosok daerah kerinci. Dengan demikian bahasa Kerinci telah dipakai sebagai sarana dalam susastra. Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya. Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai  sarana ilmu.
Ketiga hal di atas ─sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra ─telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan baik. Hal itu membuktikan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa yang penting.

B.  Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Ragam bahasa pada pokoknya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ragam bahasa lisan sangat berbeda dengan ragam bahasa tulis. Kaidah yang berlaku pada ragam lisan belum tentu berlaku pada ragam tulis. Kedua ragam itu berbeda. Perbedaanya adalah sebagai berikut ini.
1)   Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua/lawan bicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya lawan bicara berada di depan.
2)   Unsur-unsur dalam ragam lisan seperti fungsi gramatikal (subjek, predikat, dan objek) tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan. Hal itu disebabkan oleh bahasa bahasa yang digunakan dapat diikuti oleh gerak mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi. Sementara itu, fungsi-fungsi gramatikal dalam ragam tulis lebih nyata. Hal itu dikarenakan  pada ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis menghendaki agar orang yang diajak bicara mengerti isi tulisan itu. Contoh ragam tulis yaitu tulisan-tulisan dalam buku, majalah, surat kabar, dan bahan tertulis lainnya.
3)   Ragam lisan terikat pada kondisi, situasi, ruang, dan waktu. Apa yang dibicarakan secara lisan di sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti  dan berlaku untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar  ruangan itu. Sebaliknya, ragam tulis tidak terikat situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh seseorang penulis di Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris. Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1995 akan dapat dibaca dan dipahami  oleh orang yang hidup tahun 2009 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan unsur-unsur dalam ragam bahasa tulis.
5)   Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring.
Berikut ini dapat dibandingkan wujud bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Perbandingan tersebut didasarkan atas perbedaan penggunaan bentuk kata, kosakata, dan struktur kalimat.

Ragam Lisan
a.   Penggunaan Bentuk Kata
(1)  Kendaraan yang ditumpanginya nabrak pohon mahoni.
(2)  Bila tak sanggup, tak perlu lanjutkan pekerjaan itu.
(3)  Foto kopi ijazah harus dilegalisir dulu oleh pimpinan akademi.
b.   Penggunaan Kosakata
(4)  Saya sudah kasih tahu mereka tentang hal itu.
(5)  Mereka lagi bikin denah buat pameran entar.
(6)  Pekerjaan itu agak macet disebabkan karena keterlambatan dana yang diterima.

c.   Penggunaan Struktur Kalimat
(7)  Rencana ini saya sudah sampaikan kepada direktur.
(8)  Dalam “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
(9)  Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda sehingga ia makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Ragam Tulis
a.   Penggunaan Bentuk Kata
(1a) Kendaraan yang ditumpanginya menabrak pohon mahoni.
(2a) Apabila tidak sanggup, Engkau tidak  perlu melanjutkan pekerjaan itu.
(3a) Foto kopi ijazah harus dilegalisasi dulu oleh pimpinan akademi.

b.   Penggunaan Kosakata
(4a) Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu.
(5a) Mereka sedang membuat  denah untuk pameran nanti.
(6a) Pekerjaan itu agak macet disebabkan oleh keterlambatan dana yang                  diterima.
d.   Penggunaan Struktur Kalimat
(7a) Rencana ini sudah saya sampaikan kepada direktur.
(8a) “Asah Terampil” ini dihadiri juga oleh Gubernur Daerah Istimewa Aceh.
(9a) Karena terlalu banyak saran yang berbeda-beda ia makin bingung untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
C.  Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam bahasa baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku. Ragam baku tersebut mempunyai sifat-sifat sebagai berikut ini.

a)   Mantap
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa.Jika Kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dububuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin , bukan pengrajin. kalau kita berpegang pada sifat mantap, Kata pengrajin tidak berterima. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.

b)   Dinamis
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan  mempunyai makna  ganda, yaitu orang yang berlangganan. Dalam hal itu, tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan disebut pelanggan.

c)   Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal itu dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak melalui jalur pendidikan formal.
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada Dalam pikiran pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberi gambaran yang jelas dalam pikiran pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia sebagai berikut.
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.

Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian kalimat itu tidak memberikan infomasi yang jelas. Agar kalimat tersebut menjadi cendekia, dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
(1)  Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
(2)  Rumah milik sang jutawan yang aneh akan dijual.


d)   Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa merupakan proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman. Istilah pelayan kapal terbang, dianjurkan untuk memakai istilah pramugari dan pramugara. Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi kata baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai.

D.  Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah saat ini mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu diwujudkan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaaan buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah, pengadaan Kamus Besar Bahasa Indonesia  dan Tata Bahasa baku bahasa Indonesia, merupakan pula usaha ke arah itu.
            Ukuran nilai ragam baku lisan bergantung pada besar kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan dapat berbahasa lisan yang baku jika dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.

E.  Ragam Sosial dan Ragam Fungsional
Ragam sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri. Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal itu, ragam baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional (ragam profesional) adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, profesi kerja, atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian penggunaannya. Dalam kenyataanya ragam fungsional menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan. Perhatikan contoh berikut!


Ragam Keilmuan/Teknologi
Komputer adalah mesin pengolah ionformasi. Berjuta-juta fakta dan bagan yang berbeda dapat disimpan dalam komputer dan dapat  dicari kembali apabila diperlukan. Komputer dapat pula mengerjakan penghitungan yang rumit dengan kecepatan yang luar biasa. Hanya dalam waktu beberapa detik, komputer dapat melaksanakan pekerjaan yang kalau dikerjakan oleh manusia akan memakan waktu berminggu-minggu.
            Di jantung komputer yang terkecil (yang disebut mikrokomputer) terdapat sebuah komponen elektronik yang dinamakan mikroprosesor. Komponen ini terbuat dari keping silikon yang berukuran tidak lebih besar dari kuku jari kelingking. Sebenarnya, mikroprosesor itu sendiri adalah komputer dan dapat dibangun menjadi berbagai jenis mesin.

Ragam Kedokteran
Kita mengenal dua macam diabetes, yaitu diabetes inspidus dan diabetes mellitus. Diabetes inspidus disebabkan oleh kekurangan hormon antidiuretik (antidiuretic hormone = ADH) diproduksi oleh kelenjar pituitaria yang berada di dalam otak sehingga kita mengeluarkan urine terus atau “kencing” saja. Pada diabetes mellitus yang kurang adalah hormone insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang berada di bawah hati. Dengan kurangnya zat insulin ini, metabolisme gula terganggu, sehingga sebagian tidak bisa diubah menjadi bahan yang bisa “dibakar”  untuk menghasilkan tenaga, atau perubahan tersebut tidak sempurna.


Ragam Keagamaan
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka  menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidaklah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.

F.   Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Penentuan kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak jauh berbeda dengan istilah bahasa baku. Kebakuan suatu  kata sudah menunjukkan masalah “benar” suatu kata itu. Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat kebakuan suatu kalimat, tetapi sifat keefektifan suatu kalimat.
            Pengertian benar suatu kata atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Perhatikan paparan contoh berikut  ini.
Kuda makan rumput
Kalimat Kuda makan rumput  benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur (sintaksis), yaitu ada subjek (kuda), ada predikat (makan), dan ada objek (rumput). Kalimat itu juga memenuhi kaidah sebagai kalimat dari segi makna (semantik), yaitu mendukung sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan kalimat di bawah ini.
Rumput makan kuda

Kalimat Rumput makan kuda benar menurut struktur (sintaksis) karena ada subjek (rumput), ada predikat (makan), dan ada objek (kuda). Akan tetapi, dari segi makna (semantik) kalimat tersebut tidak benar karena tidak mendukung makna yang baik.
            Sebuah bentuk kata disebut benar kalau memperlihatkan proses pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas  tidak benar penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang telah ditetapkan. Pembentukan penyerapan yang benar adalah aktivitas karena diserap dari kata activity. Kata persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah yaitu persuratkabaran dan pertanggungjawaban.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan, penutur atau penulis dapat memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu, sehingga kata-kata yang diucapkan atau dituliskan tidak menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya. Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam untaian suatu kalimat sangat berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu kesempatan, penutur atau penulis dapat menggunakan kata menugasi, pada kesempatan lain menggunakan kata memerintahkan, meminta bantuan, memercayakan, dan sebagainya.
Sebagai simpulan, yang dimaksud dengan bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten, sedangkan yang bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar